Peran Guru Sebagai Pendidik, Bukan Hanya Pengajar
Setiap orang
mengenal istilah “guru”. Orang bisa menulis, menggambar, membaca, dan lain
sebagainya karena peran guru. Masyarakat awam mendefinisikan guru sebagai orang
yang mengajar di lembaga pendidikan formal, misalnya di madrasah atau sekolah.
Namun, sebenarnya definisi guru di jaman modern saat ini memiliki arti yang luas. Bukan hanya guru dalam ruang lingkup yang formal saja, melainkan yang nonformalpun bisa disebut guru. Setiap hal yang di tiru olah seseorang bisa disebut sebagai guru. Seorang anak meniru kebiasaan orang tua. Dalam hal ini, orang tua menjadi sosok guru. Gaya berbicara seorang artis di televisi ditiru oleh seseorang, berarti artis sudah menjadi sosok guru bagi orang yang menirunya.
Namun, sebenarnya definisi guru di jaman modern saat ini memiliki arti yang luas. Bukan hanya guru dalam ruang lingkup yang formal saja, melainkan yang nonformalpun bisa disebut guru. Setiap hal yang di tiru olah seseorang bisa disebut sebagai guru. Seorang anak meniru kebiasaan orang tua. Dalam hal ini, orang tua menjadi sosok guru. Gaya berbicara seorang artis di televisi ditiru oleh seseorang, berarti artis sudah menjadi sosok guru bagi orang yang menirunya.
Dulu guru di sekolah/madrasah
sering di maknai dengan “digugu dan
ditiru”. Dengan makna seperti itu, seorang guru benar-benar dianggap
sebagai seorang yang memiliki karisma. Sehingga benar-benar dihormati,
dihargai, dijunjung tinggi. Apakah sekarang makna guru masih sama dengan dulu?
Makna itu memang masih ada. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ada
makna terbalik dengan jaman dulu. Guru di sekolah/madrasah bukan lagi “digugu dan ditiru”, melainkan “diguyu dan ditinggal turu”. Mengapa
makna negatif ini muncul? Karena adanya penurunan karakter dari anak bangsa.
Peserta didik kini lebih memilih internet, hp, TV sebagai guru bagi mereka.
Media-media tersebut yang lebih banyak “digugu
dan ditiru” peserta didik.
Di era sekarang
muncul istilah baru sebagai sinonim dari kata “guru”, yaitu “pendidik”. Menjadi
seorang pendidik itu tidak mudah. Tidak cukup dengan bekal ijazah tinggi saja,
kamahiran akan materi/hal yang akan disampaikan pada peserta didik saja. Namun
banyak sekali bekal yang harus kita bawa dan kita kuasai jika ingin menjadi
pendidik yang sukses mendidik. Bayangkan saja, yang didampingi ratusan siswa.
Siswa satu dengan yang lain memiliki karakter yang berbeda. Tidak mungkin
menghadapi semua siswa yang memiliki karakter berbeda dengan modal satu
keahlian saja. Peserta didik yang patuh tentu beda penanganan dengan peserta
didik yang kurang patuh atau bahkan tidak patuh. Penanganan yang berbeda
membutuhkan keahlian yang berbeda.
Sampai sekarang,
pemahaman yang kurang tepat mengenai pendidik masih sering dijumpai. Pertama
berhubungan dengan tugas pendidik ketika berhadapan dengan peserta didik.
Kebanyakan pendidik mengejar target materi pelajaran untuk diselesaikan dalam kurun waktu sesuai deadline yang telah
dibuat.
Datang di kelas
langsung menjelaskan materi. Bahkan ada pendidik yang membaca ulang buku
pegangan dihadapan peserta didik. Menjelaskan materi itu boleh, namun poin-poin
penting saja. Tidak perlu sampai berjam-jam berbicara yang cuma mengulang
kalimat di buku pegangan. Sama saja dengan melakukan pekerjaan sia-sia.
Ada hal lain
yang jauh lebih penting di banding menyampaikan materi yang sudah ada di buku,
di internet, atau di lingkungan sekitar. Menumbuhkan semangat, kesadaran, dan
tanggung jawab untuk menggali informasi dari sumber-sumber belajar merupakan
pondasi utama yang perlu dipegang oleh pendidik. Biarkan peserta didik
mengembangkan pola pikir mereka sendiri dulu. Biarkan mereka yang belajar
secara mandiri. Jika sudah ada kesiapan yang berupa semangat, kesadaran, dan
tanggung jawab, seberapa tebal buku yang berisi materi pasti di lahab habis.
Kedua,
pendidikan di era sekarang adalah student
center, tidak lagi teacher center.
Peserta didik yang belajar, bukan pendidik yang belajar. Setiap peserta didik
memiliki cara sendiri-sendiri dalam belajar. Dan pastinya antara peserta didik
satu dengan yang lainnya berbeda dalam penguasaan materi pelajaran. Sebagai
pendidik sudah seharusnya memaklumi tingkat ketercapain tersebut. Peran
pendidik sebagai pendamping di konteks ini adalah memotivasi peserta didik yang
tingkat penguasaan materinya rendah. Selain itu juga mengembangkan budaya
belajar “yang kuat membantu yang lemah,
yang pintar membantu yang kurang pintar”. Tentunya dengan cara yang baik.
Membentuk kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari peserta didik yang
memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Dengan harapan peserta didik
yang berkemampuan tinggi membantu rekan-rekan kelompoknya yang memiliki
kemampuan di bawahnya.
Ketiga, pendidik
berorientasi penuh pada Ujian Akhir Semester, Ujian Nasional, ataupun
ujian-ujian lain. Kesempatan menerapkan sistem pembelajaran dengan student center menjadi sangat kecil,
karena tergeser dengan keramatnya ujian-ujian.
Demikian juga
dengan kesempatan menanamkan karakter menjadi sangat kecil. Terlebih lagi, jika
hasil ujian tersebut menentukan kelulusan. Ujian yang hanya menilai aspek
kognitif saja, dan mengesampingkan aspek afektif dan psikomotor. Jika ujian
dijadikan patokan kelulusan, bangsa ini akan semakin mengalami kemunduran
karakter. Ujian tidak bisa digunakan sebagai penentu apakah peserta didik itu
memiliki karakter baik ataupun buruk. Sebagai pendidik yang benar, sudah
semestinya membalik keadaan agar lebih mengutamakan peningkatan karakter
dibanding menyampaikan materi. Meskipun idealisme ini menjadi dilematis jika
masih ada ujian sebagai penentu kelulusan.
Penanaman
karakter bukan tugas yang mudah. Penanaman karakter membutuhkan waktu yang
relatif lama. Penanaman karakter juga tidak cukup dilakukan dengan hanya
menyuruh peserta didik melakukan suatu pendidikan karakter tertentu. Karakter
yang baik perlu dimiliki oleh seorang guru terlebih dahulu. Guru memberi contoh
karakter yang baik, sehingga peserta didik memperhatikan dan kemudian meniru
karakter baik tersebut.
Benar sekali guru yang terpenting mendidik sehingga tak hanya soal pelajaran tapi akhlak jg didapatkan peserta didik
BalasHapusYapz betul bu.
HapusMaka dari itu..sehebat apapun keadaan manusia tersebut tidak luput dari jasa guru...
BalasHapusTapi sekarang peran guru digantikan mbah google. Wkwkw
Hapus